Jumat, 17 April 2015
Di suatu padang rumput ada seekor jerapah yang baru beranjak dewasa.
Namanya Edo. Dia sangat tinggi, jangkung, bahkan di antara
teman-temannya, Edo lah yang paling tinggi. Karena lehernya yang paling
panjang itu membuatnya menjadi anak yang sombong. Sering dia mengajak
teman-teman jerapahnya untuk lomba makan daun-daun di pohon yang
dahannya sangat tinggi. Dan sudah dapat ditebak, Edo lah si pemenang
perlombaan itu. Berkali-kali dia memenangkan perlombaan makan daun dari
puncak pohon, membuat Edo semakin besar kepala saja. Dia merasa anak
yang paling hebat di kawasan padang rumput itu. Sampai – sampai dia
tidak menghormati para sesepuh jerapahnya. Dia sering mengejek para
jerapah-jerapah tua itu dengan sebutan “leher bengkok”, karena memang
mereka sudah beranjak tua. Sedangkan si Edo masih muda, secara fisik dia
masih kuat, leher masih tegak, jenjang dan tinggi.
Pernah satu hari Edo dimintai tolong oleh seorang sesepuh jerapahnya;
“Nak, tolong ambilkan nenek daun yang segar di ranting ujung pohon itu
yaa.. nenek ingiiiiiiiiiin sekali makan daun-daun yang masih muda,
hijau, lunak dan segar itu, tapi nenek tidak bisa menjangkau sampai ke
ujung pohon itu, Tolong ya, nak Edo..” Lalu dengan sombongnya Edo
menjawab nenek jerapah itu, “Aduh, nenek jerapah bagaimana sih, sudah
tua jangan bawel deh, udah lah makan daun yang bisa nenek jerapah
jangkau sendiri saja lah!!! Salah sendiri nggak bisa ambil daun di pucuk
pohon!!”. Lalu nenek jerapah itu pun pergi dengan kecewa, melihat
kelakuan Edo, si jerapah jangkung yang sombong.
Tidak hanya nenek jerapah itu saja yang ditolak permintaan tolongnya.
Pernah juga ada seekor anak burung yang terjatuh, saat si burung kecil
itu sedang belajar terbang. Burung kecil itu tersangkut di dahan pohon
paling ujung. Edo pun dengan sombong menolak permintaan teman-temannya
untuk menolong si burung kecil itu. Jawaban Edo pada saat itu, “Ahhh..
dasar anak burung bodoh, punya sayap kok nggak bisa terbang, malah
jatuh. Siapa suruh terbang kalau ngga bisa terbang.” Lalu Edo
meninggalkan begitu saja, dan akhirnya teman-teman Edo yang berusaha
menolong burung kecil itu.
Sampai pada suatu hari, si Edo saat berjalan- jalan sendiri di padang
rumput, dia sedang asik melenggang bak anak yang sombong. Lehernya
tegak lurus ke atas, dengan kepala terangkat. Lalu berhenti di suatu
gundukan. Edo tidak sadar, bahwa yang dia injak gundukan itu adalah
seekor kura-kura. Seekor kakek kura-kura yang sudah berumur setengah
abad. Lalu, si kakek kura-kura berusaha keras mengangkat tubuhnya dan
berjalan maju selangkah, bermaksud agar Edo merasa jika di bawah kakinya
berdiri menginjak seekor kura-kura. Lalu Edo sedikit tersandung.
“Aduhhh!!”. Edo malah tidak bereaksi untuk minta maaf bahwa dia telah
menginjak tempurung kakek kura-kura itu. Sebaliknya, dia malah
marah-marah. “Dasar kura-kura peyot, aku jadi mau terjatuh nih.” Tidak
puas dengan cukup berkata-kata, Edo pun langsung menendang tempurung
kakek kura-kura, yang akhirnya kakek kura-kura terlempar beberapa
jengkal.
Lalu kakek kura-kura hanya ringan menasihati Edo, “Anak muda,
janganlah kamu sombong. Kamu masih muda, tubuhmu masih kuat, sebaiknya
sayangilah sesama makhluk hidup ciptaanNya. Suatu hari nanti, kamu juga
akan menjadi tua, pasti akan banyak yang lebih hebat dan kuat darimu.”
Lalu Edo cuek begitu saja sambil tidak memperdulikan nasihat kakek
kura-kura. Tidak lama kemudian, awan mendung datang. Mendung yang begitu
tebal, langit yang sebelumnya biru cerah menjadi abu-abu kelabu. Di
padang rumput itu masih tertinggal Edo dan si kakek kura-kura yang
berjalan sangat lambat menuju ke tepi di bawah pepohonan. Seakan masih
ingin memperlihatkan kesombongan dan kekuatannya, Edo malah tidak
bergegas pergi meninggalkan padang rumput yang hendak diguyur hujan. Dia
hanya ingin menunjukkan kehebatannya ke kakek kura-kura, bahwa dia
tinggi gagah di tengah padang rumput yang luas, dengan melenggang santai
dan sombong, sambil dirinya membandingkan si kura-kura yang pendek dan
lambat berjalan.
Lalu hujan sangat deras seketika itu datang mengguyur. Dan tiba-tiba
petir yang sangat hebat menyambar, “DUARRRRRRRRRRR.” Akhirnya, Edo si
jerapah jangkung itu ambruk, terjatuh ke tanah. Saat itu, kepala kakek
kura-kura aman di dalam tempurungnya, tidak kehujanan dan juga terhindar
dari petir yang dahsyat menyambar padang rumput. Tidak diam begitu
saja, si kakek kura-kura dengan langkah pelan tapi pasti, dia mendekati
ke Edo, dan memberikan perhatiannya. “Kamu tidak apa-apa, anak muda?
Bangunlah, kenapa malah terdiam bengong tetap bersungkur di tanah?”.
Lalu Edo menjawab, “kakek kura-kura,…aku takutttt.. huwaaaaaaaaaaaa…”
sambil merengek bak anak kecil yang lemah. “Maafkan aku ya, kakek
kura-kura, sudah menginjak tubuhmu dengan sombongnya. Walaupun kakek
kura-kura sudah tua, tapi tetap kuat, tempurungmu mampu menopang berat
badanku ini. Maafkan aku kakek kura-kura, karena sudah menendangmu,
sampai terlempar beberapa langkah. Aku berjanji tidak akan menjadi anak
yang sombong lagi, menolong sesama makhluk ciptaanNya.”
Dan sejak saat itu, si Edo tidak lagi menjadi jerapah yang sombong,
namun berubah menjadi si jerapah yang baik hati dan suka menolong
teman-temannya.
Singapore, XX Januari 2012
cerpen by ERIN SdS
sumber : http://sharingdisini.com/2012/02/21/kisah-jerapah-yang-sombong/
0 komentar:
Posting Komentar